Paradigma dapat diartikan sebagai
sebuah bentuk cara pandang terhadap diri dan lingkungan yang nantinya akan
mempengaruhi dalam berpikir, bersikap, dan bertingkah laku. Paradigma akan
selalu hadir mulai dari peletakan pondasi pemikiran hingga terbangunnya sebuah
sikap; Paradigma ada dalam setiap sendi proses berpikir maupun bersikap
terhadap sebuah hal. Paradigma seperti menjadi sebuah kesepakatan awal dalam
menentukan jalan panjang mana yang akan dilalui. Sekali menentukan pada paradigma
tertentu akan mempengaruhi serangkaian konsep berpikir, pengambilan keputusan
dan tingkat pencapaian.
Saya pernah menghadiri sebuah
talk show dengan Ade Rai sebagai narasumbernya di kantor tempat saya bekerja. Pada
kesempatan tersebut salah satu topik yang disampaikan oleh Ade Rai adalah tentang
tingkat kesehatan masyarakat. Menurutnya saat ini masih terdapat banyak
pekerjaan yang harus dilakukan untuk memperbaiki tingkat kesehatan masyarakat.
Upaya-upaya perbaikan tingkat kesehatan yang dilakukan sekarang masih berfokus
pada mengatasi penyakit dan pengobatan. Padahal tujuan utamanya ingin
meningkatkan “kesehatan” kan? Jika memang kesehatan sebagai tujuannya,
seharusnya upaya yang perlu dilakukan sekarang adalah meningkatkan fokus untuk
membentuk kesadaran pola hidup sehat dalam masyarakat selain pada mengatasi penyakit
dan pengobatan. Menurut Ade Rai tingkat
kesehatan yang rendah terjadi karena masih minimnya kesadaran masyarakat akan
pola hidup sehat, oleh karena itu perlu adanya upaya-upaya peningkatan
kesadaran dan perubahan dalam masyarakat.
Konsep Ade Rai tentang
peningkatan pola hidup sehat tersebut sejalan dengan ilmu kesehatan masyarakat
yang saya pelajari, konsep tersebut dapat disebut dengan paradigma sehat.
Paradigma sehat menekankan pada upaya peningkatan, pemeliharaan, dan
perlindungan kesehatan, bukan hanya pada aspek penyembuhan orang sakit atau
pemulihan kesehatan. Paradigma sehat adalah upaya peningkatan kesehatan
masyarakat yang bersifat holistik melalui program pelayanan kesehatan yang
bersifat preventif dan promotif dengan tujuan untuk membentuk kesadaran
masyarakat terhadap kesehatan – tentunya tanpa mengesampingkan upaya kuratif
dan rehabilitatif.
Dalam hal tersebut dapat kita
lihat bahwa perumusan paradigma akan sangat mempengaruhi terhadap konsep
berpikir, pengambilan keputusan dan tingkat pencapaian. Bisa kita bayangkan jika
upaya peningkatan kesehatan hanya berfokus pada pengobatan dan penyembuhan,
yang terjadi nantinya adalah kesehatan menjadi suatu hal yang bersifat
konsumtif dan jauh dari pembentukan kesadaran masyarakat akan kesehatan.
Nah, begitulah pentingnya
paradigma. Sekarang kita berbicara tentang paradigma dalam keseharian. Pernah
nggak sih merasa jenuh dengan pemberitaan kurang mengenakkan yang sering muncul
di media? Saya menjumpai berbagai macam respon dari orang dalam keseharian saya
terhadap pemberitaan-pemberitaan tersebut, ada yang mengeluhkan isi berita, ada
yang bosan dengan segala pemberitaan media, ada yang mengeluarkan opini pribadi
terhadap pemberitaan yang ada, dan juga ada yang berdiskusi panas karena
perbedaan pendapat menyikapi hasil pemberitaan. Ya begitulah media, disoleknya
peristiwa menjadi primadona yang menggoda namun dalam saat bersamaan terlihat
menor tak sedap dilihat. Semua kembali lagi dari sudut mana kita memandangnya.
Berangkat dari hal tersebut, saya
kemudian berpikir bahwa mungkin kita perlu untuk membentuk sebuah paradigma. Sebuah
paradigma yang membentuk optimisme dalam mengahadapi segala kejadian yang ada –
saya menyebutnya sebagai pradigma positif. Berkaitan hal tersebut, ada sebuah intermezzo menarik yang pernah saya
terima yang bercerita bahwa terdapat sebuah surat kabar yang memuat berita
berjudul “50% Anggota Dewan Kita Koruptor”, karena terdapat anggota dewan yang
tidak terima dan kemudian menuntut, judul berita tersebut akhirnya pun di ralat
menjadi “50% Anggota Dewan Kita Bukan Koruptor”. Bagaimana? Saya rasa penafsiran dan efek
psikologis yang diberikan dari kedua kalimat tersebut berbeda. Kalimat pertama
memberikan penyikapan negatif yang berujung pada kegeraman maupun
ketidakpercayaan pada anggota dewan, sedangkan kalimat kedua membentuk
penyikapan yang lebih positif untuk memupuk kepercayaan pada anggota dewan
tanpa menghilangkan kepedulian terhadap pemeberantasan korupsi.
Begitulah, paradigma positif membentuk efek psikologis
yang baik dalam menyikapi keadaan. Berawal dari psikologis yang baik kemudian
akan terbentuk pengertian yang baik dan penyikapan yang baik pula. Seperti pada
pengertian diawal bahwa paradigma adalah sebuah bentuk cara pandang yang mempengaruhi
dalam berpikir, bersikap, dan bertingkah laku; maka paradigma positif tidaklah
sekedar sebuah bentuk positif mindset; Lebih dari itu paradigma positif
haruslah terinternalisasi dalam bentuk sikap dan tingkah laku pada keseharian. Disinilah
pentingnya, agar kita dapat berpikir, bersikap, dan bertingkah laku dengan
sudut pandang yang lebih baik. Paradigma positif menjaga api optimisme dalam
berpikir dan bertindak menghadapi segala hal; Paradigma positif memandang permasalahan
sebagai sebuah tantangan dan bukanlah sebagai hambatan.