Page

Tuesday, May 26, 2015

Hidup dan Menghidupkan


Tempo hari saat saya sedang liburan bersama teman-teman, selama momen tersebut  kami mengobrol ngalor ngidul tak karuan. Hingga pada akhirnya topik obrolan ringan kami menyinggung tentang filosofi kehidupan. Dengan nada bercanda saya nyeletuk bahwa hidup itu bisa jadi kayak angkot, ada yang bertahan ngetem lama di keramaian namun tak kunjung mendapatkan penumpang, di lain sisi ada yang terus melaju di sepinya jalan namun tak terduga mendapatkan penumpang sampai berjubal, seperti keterbatasan kita mengetahui dari arah mana datangya rezeki. Teman-teman saya kemudian pun tertawa mendengarkan celetukan saya tentang filosofi hidup laksana angkot tersebut.  Dalam suasana santai dan tak serius tersebut saya justru mendapatkan kesimpulan bahwa hidup bisa dimaknai ke dalam bentuk apapun. Bahwa setiap orang dapat memaknai kehidupan ke dalam versi yang mereka anggap paling tepat.
   
Saya jadi teringat bahwa dulu saya juga pernah mengobrol topik ini bersama teman saya yang lain. Pada waktu itu saya mendapatkan analogi bagus tentang filosofi kehidupan yang kurang lebih seperti berikut.
Hidup adalah sebuah tantangan, maka hadapilah.
Hidup adalah sebuah lagu, maka nyanyikanlah.
Hidup adalah sebuah mimpi, maka sadarilah.
Hidup adalah sebuah permainan, maka mainkanlah.
Hidup adalah cinta, maka nikmatilah.
Begitulah, hidup akan memberikan makna yang berbeda bagi yang menjalaninya. Bahwa tak masalah kita memaknainya dalam bentuk apapun, yang terpenting pemaknaannya dapat memberikan hikmah bagi yang memaknainya.

Menyambung tentang kehidupan, Tingkatan terbaik dalam menjalani kehidupan adalah dengan tidak hanya memikirkan diri sendiri. Bahwa hidup tak hanya untuk sepotong roti ataupun sesuap nasi. Seperti kata Buya Hamka “Kalau hidup sekedar hidup, babi di hutan juga hidup”. Maka hidup itu harus memberikan kebermanfaatan, hidup itu harus menghidupkan. Menebar kebermanfaatan ke seluruh penjuru alam. Layaknya sinar mentari, menyokong kehidupan kepada tunas yang bertumbuh dan menguatkan kehidupan kepada yang sudah mengakar.

Khairunnas anfa’uhum linnas

Thursday, May 14, 2015

Afirmasi : Gugurkan Keraguan, Tumbuhkan Keyakinan


Pernah nonton film India? Atau anda salah satu penggemar film India? Dalam keseharian sepertinya sudah tidak asing lagi, bahwa film India sering diidentikkan dengan adegan nyanyi-nyanyi dan tarian-tarian yang dimunculkan pada momen-momen tertentu dalam jalannya cerita. Adegan tersebut seringkali menggambarkan suatu wujud ekspresi bahagia, sedih, cinta, semangat, dan sebagainya. Nyanyian dan tarian dalam film india menjadi sebuah bumbu khas yang mengundang selera bagi para penggemarnya, nyanyian dan tarian tersebut menjadi sebuah signature yang melekat pada film-film bollywood tersebut.

Menyambung tentang film india, ada sebuah film yang menurut saya sangat menarik. Mungkin anda juga sudah tak asing dengan film ini, filmnya berjudul “3 Idiots”. Saya kira banyak orang yang memberikan kesan positif terhadap film ini, bahkan juga termasuk orang yang sebenarnya tidak menggemari film india. Menurut saya yang menarik dalam film ini adalah karena mengangkat topik yang cukup fresh namun sangat dekat dengan keseharian, film ini mengangkat topik tentang passion, karir, dan konsep seputar pendidikan. Film ini berlatar belakang tentang kehidupan kampus tiga orang sahabat lengkap dengan problematikanya yang dibungkus dalam sebuah cerita yang apik dan syarat akan komedi. Film ini juga seolah mengajak para penontonnya untuk sejenak kembali mengenang momen-momen  manis kehidupan kampus.

Nah, dalam film tersebut anda tentunya sudah tidak asing dengan tokoh utamanya yang bernama Ranchodas Chanchad – kalau anda merasa asing berarti kemungkinan anda belum menonton filmnya, hehe. Dalam ceritanya Ranchodas memiliki sebuah kata sakti yang selalu di rapalkan setiap kali menghadapi masalah – ya, “All is Well”. Sebuah kata yang dapat meninggalkan kesan yang mendalam di hati para penontonnya dan bahkan menjadi tren kata dalam keseharian.

“All is Well” sendiri, dalam filmnya diceritakan dulunya merupakan sebuah kata yang sering digunakan oleh peronda malam di suatu kampung yang setiap malam selalu berteriak lantang dengan kata “ALL IS WELL!”, Kata tersebut lantas membuat semua penduduk menjadi tenang dan dapat tidur dengan nyenyak. Namun pada suatu malam terjadi pencurian di kampung tersebut, yang kemudian menyadarkan para penduduk bahwa ternyata peronda malam tersebut adalah seorang yang buta. Dan di malam-malam selanjutnya peronda malam tersebut tetap saja berteriak “ALL IS WELL! ALL IS WELL!” Penduduk  pun merasa bahwa selama itu seperti orang bodoh. Namun penduduk mendapatkan sebuah kesadaran bahwa hati mereka ternyata penakut. Itu yang membuat mereka selama itu mudah terkelabui. Dari sana diambillah sebuah pelajaran, bahwa jika kita mendapatkan sebuah masalah, katakanlah dalam hati, “All is Well! All is Well!”. Memang, kata tersebut tak akan menyelesaikan masalah, tapi setidaknya akan mengumpulkan kekuatan untuk bertahan.

Kata tersebut sebenarnya merupakan sebuah bentuk afirmasi diri untuk membentuk keyakinan dalam menghadapi permasalahan. Afirmasi sendiri merupakan sebuah bentuk penetapan yang positif; penegasan;maupun peneguhan. Afirmasi merupakan suatu bentuk sugesti pada diri untuk menghilangkan keraguan dan memupuk keyakinan dalam berbuat. Konon katanya dengan memberikan afirmasi pada diri secara terus menerus dapat mempengaruhi otak bawah sadar – ngeri-ngeri sedap ya. Afirmasi akan membentuk kebiasaan, sebuah reflek dalam  berbuat. Hal tersebut layaknya orang yang berlatih beladiri, mereka melakukan gerakan jurusnya secara berulang-ulang. Memukul, menangkis, menendang – terus-menerus – hingga pada akhirnya mereka membentuk reflek ketika dilakukan serangan. Sama halnya, kata yang diucapkan pada diri secara terus- menerus pada akhirnya juga akan membentuk reflek sebuah keyakinan.

Setiap orang bisa jadi memiliki bentuk afirmasi diri masing-masing. Bisa jadi seperti Spongebob yang selalu berkata “Aku Siap! Aku Siap!”, atau barangkali berupa jargon yang menggelora layaknya kata “yakin bisa pasti bisa!”, dan sebagainya. Namun, afirmasi juga tak melulu harus diucap dengan kata, bisa jadi dia berbentuk sebuah sikap dan kebiasaan. Layaknya Popeye yang menjadi kuat setelah makan bayam, atau mungkin orang yang harus mencari keheningan untuk dapat berkonsentrasi, atau barangkali orang yang memakai baju tertentu agar tampil lebih percaya diri, dan sebagainya. Pada akhirnya kita pun kembali pada kesimpulan awal, bahwa sejatinya kita memiliki kekuatan dan kemamampuan yang besar, hanya saja kadang kita tak cukup yakin dan terjebak dalam keraguan. Afirmasi pada dasarnya memanglah tidak akan menyelesaikan masalah, namun bertujuan untuk menggugurkan keraguan dan menumbuhkan keyakinan. Lalu, apa bentuk afirmasi anda?