Page

Saturday, January 16, 2016

Berlarilah, Tapi Jangan Terlalu Kencang!


Meski saya tak sepenuhnya setuju, tapi katanya hidup itu adalah sebuah perlombaan. Dari pertama kita dilahirkan ke dunia, kita sudah masuk dalam sebuah perlombaan akbar umat manusia. Bahwa katanya hidup ini penuh dengan persaingan, maka jadilah seorang pemenang. Daripada kata bersaing, saya lebih suka dengan kata kolaborasi. Saya percaya bahwa kerjasama adalah jalan terbaik untuk mencapai hasil optimal, bahwa hidup adalah sebuah kolaborasi akbar untuk mencapai tujuan bersama.
Namun, dilain sisi saya juga percaya bahwa persaingan dan perlombaan adalah sebuah keniscayaan. Bahkan dalam sebuah kolaborasi pun dibutuhkan persaingan dan perlombaan sebagai sebuah trigger untuk mengobarkan semangat mencapai tujuan. Persaingan dan perlombaan merupakan salah satu mesin penggerak yang memberikan motivasi seseorang untuk memberikan performa terbaiknya. Perlombaan dan persaingan juga menjadi pengasah kemampuan menjadi lebih tajam. Maka, ikutlah dalam sebuah persaingan; Persaingan yang sehat. Terlibatlah dalam perlombaan; Perlombaan dalam kebaikan.
Jika benar hidup adalah persaingan dan perlombaan, barangkali kompetisi lari adalah salah satu yang cocok menggambarkannya. Sama halnya dengan kompetisi lari, dalam hidup masing-masing dari kita berjuang sekuat tenaga untuk mencapai tujuan. Tapi kita perlu mengingat, bahwa jarak yang ingin kita tempuh tak hanya 100 atau 200 meter saja. Bukankah kita ingin menempuh jarak hidup yang lebih panjang?. “life is a marathon, not a sprint”, mungkin pepatah tersebut adalah gambaran yang lebih spesifik bahwa kita sedang berada dalam perlombaan marathon akbar. Kita bisa saja berlari sekuat tenaga, tapi jarak yang kita tempuh sangatlah jauh. Untuk itu yang terpenting bukanlah seberapa kencang kita berlari, tapi seberapa kuat kita bertahan sampai di garis akhir tujuan. Maka tetaplah berlari, tapi jangan terlalu kencang!.
Ada kalanya kita perlu memelankan langkah kita, agar kita tahu kondisi sekitar. Bukankah kita tak bisa mendengar dan melihat jelas saat berlari kencang? Maka, mari pelankanlah langkah. Jika suatu saat kita sudah tak kuat berlari, barangkali kita juga perlu berhenti untuk sejenak menghela nafas. Atau barangkali jika kita tak ingin berlari, cukuplah dengan berjalan. Atau bila kita benar-benar tak punya tenaga, tidur dapat memulihkan. Ah sudahlah, barangkali marathon juga tak menggambarkan tentang kehidupan secara utuh. Jalani saja hidup sesuai dengan apa yang kita yakini. Tapi yang bisa kita ambil dari sini; Ada kalanya kita memang perlu untuk berlari marathon atau mungkin juga sprint, ada kalanya kita cukup dengan berjalan atau mungkin kita perlu untuk berhenti, ada kalanya pula kita perlu bersaing tapi kita juga perlu berkolaborasi, atau mungkin yang kita perlukan bukan pula hal - hal itu. Kita bebas berbuat sesuka hati, tapi ingat semua akan dipertanggungjawabkan. Dan sebaik-baiknya perbuatan adalah yang memberikan sebanyak-banyaknya manfaat.

Gambar dari sini

Sunday, September 20, 2015

Ujian, Waktunya Naik Kelas!


Tentunya selama menjalani proses pendidikan kita sudah tak asing lagi dengan yang namanya ujian. Barangkali ujian memang menyebalkan. Ujian membutuhkan persiapan dan kematangan. Ujian memberikan tuntutan untuk mengeluarkan seluruh daya dan upaya. Namun begitulah adanya, ujian merupakan sebuah keniscayaan. Ujian dijadikan sebagai sebuah standar yang harus dipenuhi seseorang agar bisa naik ke tingkat yang lebih tinggi – Ya, standar untuk naik kelas.

Sama kayak sekolah, kehidupan juga ada ujiannya. Keduanya sama, menuntut untuk belajar. Makanya kita perlu di uji, agar bisa naik kelas. Orang yang sekarang sukses pun sama, mereka juga dulunya di uji. Kalau tak percaya lihat saja kalau di seminar-seminar, mereka tak luput untuk menceritakan romantika perjuangan untuk mencapai kesuksesan.

Pernah dengar tentang analogi roda kehidupan kan? Bahwa kadang hidup kita berada di atas dengan segala kenyamanan, kesenangan, maupun keleluasaan. Kadang juga hidup kita berada di bawah dengan segala kepedihan, kesedihan, dan kesempitan – Seolah-olah dunia sangatlah kejam kepada kita. Memang begitulah siklus yang harus kita jalani, ada kalanya kita memang perlu diuji untuk mengetahui seberapakah kualitas hidup kita. “No pain no gain”, begitulah katanya. Bahwa kita harus ditempa dan digembleng habis-habisan, biar kita nantinya menjadi pribadi yang memiliki otot kawat dan tulang besi – Biar kuat kayak Gatotkaca! Hehe. Bukan, maksud saya biar kita menjadi pribadi yang lebih tangguh.

Kabar gembiranya, bersama setiap ujian terdapat kesempatan untuk naik kelas. Bahwa kita akan beranjak naik dari siklus bawah roda kehidupan. Bahwa kita akan menemukan tanjakan setelah turunan. Bahkan bukannya tidak mungkin kita mendapatkan kesempatan akselerasi untuk meroket lebih tinggi dari yang pernah kita bayangkan. Tapi, itu semua tentunya hanya bagi yang lulus ujian!. Namun tenanglah, bahwa Allah sudah berjanji tidak akan menguji hambaNya melebihi kemampuan. Bahwa setiap ujian, sudah disesuaikan takarannya dengan kelas kita. Tinggal kita, apakah akan mengambil kesempatan ini untuk naik ke tingkat yang lebih baik, ataukah termenung di tingkatan yang sama atau malah jatuh ke dalam lubang kehinaan yang sedalam-dalamnya. Maka bangkitlah, dengan segala daya dan upaya – dan tentu dengan mengharap kepada Nya – kita pasti mampu menghadapi ujian yang ada, Insyaallah.

Life is like a roller coaster, it has its up and downs. But it’s your choice to scream or enjoy the ride”. Pada akhirnya, pilihan selalu ada di tangan kita. Memilih tertekan menghadapi segala ujian, atau menikmati segala proses yang ada. Berikanlah yang terbaik dan bersabarlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.

Gambar dari sini

Tuesday, May 26, 2015

Hidup dan Menghidupkan


Tempo hari saat saya sedang liburan bersama teman-teman, selama momen tersebut  kami mengobrol ngalor ngidul tak karuan. Hingga pada akhirnya topik obrolan ringan kami menyinggung tentang filosofi kehidupan. Dengan nada bercanda saya nyeletuk bahwa hidup itu bisa jadi kayak angkot, ada yang bertahan ngetem lama di keramaian namun tak kunjung mendapatkan penumpang, di lain sisi ada yang terus melaju di sepinya jalan namun tak terduga mendapatkan penumpang sampai berjubal, seperti keterbatasan kita mengetahui dari arah mana datangya rezeki. Teman-teman saya kemudian pun tertawa mendengarkan celetukan saya tentang filosofi hidup laksana angkot tersebut.  Dalam suasana santai dan tak serius tersebut saya justru mendapatkan kesimpulan bahwa hidup bisa dimaknai ke dalam bentuk apapun. Bahwa setiap orang dapat memaknai kehidupan ke dalam versi yang mereka anggap paling tepat.
   
Saya jadi teringat bahwa dulu saya juga pernah mengobrol topik ini bersama teman saya yang lain. Pada waktu itu saya mendapatkan analogi bagus tentang filosofi kehidupan yang kurang lebih seperti berikut.
Hidup adalah sebuah tantangan, maka hadapilah.
Hidup adalah sebuah lagu, maka nyanyikanlah.
Hidup adalah sebuah mimpi, maka sadarilah.
Hidup adalah sebuah permainan, maka mainkanlah.
Hidup adalah cinta, maka nikmatilah.
Begitulah, hidup akan memberikan makna yang berbeda bagi yang menjalaninya. Bahwa tak masalah kita memaknainya dalam bentuk apapun, yang terpenting pemaknaannya dapat memberikan hikmah bagi yang memaknainya.

Menyambung tentang kehidupan, Tingkatan terbaik dalam menjalani kehidupan adalah dengan tidak hanya memikirkan diri sendiri. Bahwa hidup tak hanya untuk sepotong roti ataupun sesuap nasi. Seperti kata Buya Hamka “Kalau hidup sekedar hidup, babi di hutan juga hidup”. Maka hidup itu harus memberikan kebermanfaatan, hidup itu harus menghidupkan. Menebar kebermanfaatan ke seluruh penjuru alam. Layaknya sinar mentari, menyokong kehidupan kepada tunas yang bertumbuh dan menguatkan kehidupan kepada yang sudah mengakar.

Khairunnas anfa’uhum linnas

Thursday, May 14, 2015

Afirmasi : Gugurkan Keraguan, Tumbuhkan Keyakinan


Pernah nonton film India? Atau anda salah satu penggemar film India? Dalam keseharian sepertinya sudah tidak asing lagi, bahwa film India sering diidentikkan dengan adegan nyanyi-nyanyi dan tarian-tarian yang dimunculkan pada momen-momen tertentu dalam jalannya cerita. Adegan tersebut seringkali menggambarkan suatu wujud ekspresi bahagia, sedih, cinta, semangat, dan sebagainya. Nyanyian dan tarian dalam film india menjadi sebuah bumbu khas yang mengundang selera bagi para penggemarnya, nyanyian dan tarian tersebut menjadi sebuah signature yang melekat pada film-film bollywood tersebut.

Menyambung tentang film india, ada sebuah film yang menurut saya sangat menarik. Mungkin anda juga sudah tak asing dengan film ini, filmnya berjudul “3 Idiots”. Saya kira banyak orang yang memberikan kesan positif terhadap film ini, bahkan juga termasuk orang yang sebenarnya tidak menggemari film india. Menurut saya yang menarik dalam film ini adalah karena mengangkat topik yang cukup fresh namun sangat dekat dengan keseharian, film ini mengangkat topik tentang passion, karir, dan konsep seputar pendidikan. Film ini berlatar belakang tentang kehidupan kampus tiga orang sahabat lengkap dengan problematikanya yang dibungkus dalam sebuah cerita yang apik dan syarat akan komedi. Film ini juga seolah mengajak para penontonnya untuk sejenak kembali mengenang momen-momen  manis kehidupan kampus.

Nah, dalam film tersebut anda tentunya sudah tidak asing dengan tokoh utamanya yang bernama Ranchodas Chanchad – kalau anda merasa asing berarti kemungkinan anda belum menonton filmnya, hehe. Dalam ceritanya Ranchodas memiliki sebuah kata sakti yang selalu di rapalkan setiap kali menghadapi masalah – ya, “All is Well”. Sebuah kata yang dapat meninggalkan kesan yang mendalam di hati para penontonnya dan bahkan menjadi tren kata dalam keseharian.

“All is Well” sendiri, dalam filmnya diceritakan dulunya merupakan sebuah kata yang sering digunakan oleh peronda malam di suatu kampung yang setiap malam selalu berteriak lantang dengan kata “ALL IS WELL!”, Kata tersebut lantas membuat semua penduduk menjadi tenang dan dapat tidur dengan nyenyak. Namun pada suatu malam terjadi pencurian di kampung tersebut, yang kemudian menyadarkan para penduduk bahwa ternyata peronda malam tersebut adalah seorang yang buta. Dan di malam-malam selanjutnya peronda malam tersebut tetap saja berteriak “ALL IS WELL! ALL IS WELL!” Penduduk  pun merasa bahwa selama itu seperti orang bodoh. Namun penduduk mendapatkan sebuah kesadaran bahwa hati mereka ternyata penakut. Itu yang membuat mereka selama itu mudah terkelabui. Dari sana diambillah sebuah pelajaran, bahwa jika kita mendapatkan sebuah masalah, katakanlah dalam hati, “All is Well! All is Well!”. Memang, kata tersebut tak akan menyelesaikan masalah, tapi setidaknya akan mengumpulkan kekuatan untuk bertahan.

Kata tersebut sebenarnya merupakan sebuah bentuk afirmasi diri untuk membentuk keyakinan dalam menghadapi permasalahan. Afirmasi sendiri merupakan sebuah bentuk penetapan yang positif; penegasan;maupun peneguhan. Afirmasi merupakan suatu bentuk sugesti pada diri untuk menghilangkan keraguan dan memupuk keyakinan dalam berbuat. Konon katanya dengan memberikan afirmasi pada diri secara terus menerus dapat mempengaruhi otak bawah sadar – ngeri-ngeri sedap ya. Afirmasi akan membentuk kebiasaan, sebuah reflek dalam  berbuat. Hal tersebut layaknya orang yang berlatih beladiri, mereka melakukan gerakan jurusnya secara berulang-ulang. Memukul, menangkis, menendang – terus-menerus – hingga pada akhirnya mereka membentuk reflek ketika dilakukan serangan. Sama halnya, kata yang diucapkan pada diri secara terus- menerus pada akhirnya juga akan membentuk reflek sebuah keyakinan.

Setiap orang bisa jadi memiliki bentuk afirmasi diri masing-masing. Bisa jadi seperti Spongebob yang selalu berkata “Aku Siap! Aku Siap!”, atau barangkali berupa jargon yang menggelora layaknya kata “yakin bisa pasti bisa!”, dan sebagainya. Namun, afirmasi juga tak melulu harus diucap dengan kata, bisa jadi dia berbentuk sebuah sikap dan kebiasaan. Layaknya Popeye yang menjadi kuat setelah makan bayam, atau mungkin orang yang harus mencari keheningan untuk dapat berkonsentrasi, atau barangkali orang yang memakai baju tertentu agar tampil lebih percaya diri, dan sebagainya. Pada akhirnya kita pun kembali pada kesimpulan awal, bahwa sejatinya kita memiliki kekuatan dan kemamampuan yang besar, hanya saja kadang kita tak cukup yakin dan terjebak dalam keraguan. Afirmasi pada dasarnya memanglah tidak akan menyelesaikan masalah, namun bertujuan untuk menggugurkan keraguan dan menumbuhkan keyakinan. Lalu, apa bentuk afirmasi anda?

Sunday, April 26, 2015

Paradigma Positif


Paradigma dapat diartikan sebagai sebuah bentuk cara pandang terhadap diri dan lingkungan yang nantinya akan mempengaruhi dalam berpikir, bersikap, dan bertingkah laku. Paradigma akan selalu hadir mulai dari peletakan pondasi pemikiran hingga terbangunnya sebuah sikap; Paradigma ada dalam setiap sendi proses berpikir maupun bersikap terhadap sebuah hal. Paradigma seperti menjadi sebuah kesepakatan awal dalam menentukan jalan panjang mana yang akan dilalui. Sekali menentukan pada paradigma tertentu akan mempengaruhi serangkaian konsep berpikir, pengambilan keputusan dan tingkat pencapaian. 

Saya pernah menghadiri sebuah talk show dengan Ade Rai sebagai narasumbernya di kantor tempat saya bekerja. Pada kesempatan tersebut salah satu topik yang disampaikan oleh Ade Rai adalah tentang tingkat kesehatan masyarakat. Menurutnya saat ini masih terdapat banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk memperbaiki tingkat kesehatan masyarakat. Upaya-upaya perbaikan tingkat kesehatan yang dilakukan sekarang masih berfokus pada mengatasi penyakit dan pengobatan. Padahal tujuan utamanya ingin meningkatkan “kesehatan” kan? Jika memang kesehatan sebagai tujuannya, seharusnya upaya yang perlu dilakukan sekarang adalah meningkatkan fokus untuk membentuk kesadaran pola hidup sehat dalam masyarakat selain pada mengatasi penyakit dan pengobatan. Menurut Ade Rai  tingkat kesehatan yang rendah terjadi karena masih minimnya kesadaran masyarakat akan pola hidup sehat, oleh karena itu perlu adanya upaya-upaya peningkatan kesadaran dan perubahan dalam masyarakat.

Konsep Ade Rai tentang peningkatan pola hidup sehat tersebut sejalan dengan ilmu kesehatan masyarakat yang saya pelajari, konsep tersebut dapat disebut dengan paradigma sehat. Paradigma sehat menekankan pada upaya peningkatan, pemeliharaan, dan perlindungan kesehatan, bukan hanya pada aspek penyembuhan orang sakit atau pemulihan kesehatan. Paradigma sehat adalah upaya peningkatan kesehatan masyarakat yang bersifat holistik melalui program pelayanan kesehatan yang bersifat preventif dan promotif dengan tujuan untuk membentuk kesadaran masyarakat terhadap kesehatan – tentunya tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif.

Dalam hal tersebut dapat kita lihat bahwa perumusan paradigma akan sangat mempengaruhi terhadap konsep berpikir, pengambilan keputusan dan tingkat pencapaian. Bisa kita bayangkan jika upaya peningkatan kesehatan hanya berfokus pada pengobatan dan penyembuhan, yang terjadi nantinya adalah kesehatan menjadi suatu hal yang bersifat konsumtif dan jauh dari pembentukan kesadaran masyarakat akan kesehatan.

Nah, begitulah pentingnya paradigma. Sekarang kita berbicara tentang paradigma dalam keseharian. Pernah nggak sih merasa jenuh dengan pemberitaan kurang mengenakkan yang sering muncul di media? Saya menjumpai berbagai macam respon dari orang dalam keseharian saya terhadap pemberitaan-pemberitaan tersebut, ada yang mengeluhkan isi berita, ada yang bosan dengan segala pemberitaan media, ada yang mengeluarkan opini pribadi terhadap pemberitaan yang ada, dan juga ada yang berdiskusi panas karena perbedaan pendapat menyikapi hasil pemberitaan. Ya begitulah media, disoleknya peristiwa menjadi primadona yang menggoda namun dalam saat bersamaan terlihat menor tak sedap dilihat. Semua kembali lagi dari sudut mana kita memandangnya.
   
Berangkat dari hal tersebut, saya kemudian berpikir bahwa mungkin kita perlu untuk membentuk sebuah paradigma. Sebuah paradigma yang membentuk optimisme dalam mengahadapi segala kejadian yang ada – saya menyebutnya sebagai pradigma positif. Berkaitan hal tersebut,  ada sebuah intermezzo menarik yang pernah saya terima yang bercerita bahwa terdapat sebuah surat kabar yang memuat berita berjudul “50% Anggota Dewan Kita Koruptor”, karena terdapat anggota dewan yang tidak terima dan kemudian menuntut, judul berita tersebut akhirnya pun di ralat menjadi “50% Anggota Dewan Kita Bukan Koruptor”.  Bagaimana? Saya rasa penafsiran dan efek psikologis yang diberikan dari kedua kalimat tersebut berbeda. Kalimat pertama memberikan penyikapan negatif yang berujung pada kegeraman maupun ketidakpercayaan pada anggota dewan, sedangkan kalimat kedua membentuk penyikapan yang lebih positif untuk memupuk kepercayaan pada anggota dewan tanpa menghilangkan kepedulian terhadap pemeberantasan korupsi.

Begitulah, paradigma positif membentuk efek psikologis yang baik dalam menyikapi keadaan. Berawal dari psikologis yang baik kemudian akan terbentuk pengertian yang baik dan penyikapan yang baik pula. Seperti pada pengertian diawal bahwa paradigma adalah sebuah bentuk cara pandang yang mempengaruhi dalam berpikir, bersikap, dan bertingkah laku; maka paradigma positif tidaklah sekedar sebuah bentuk positif mindset; Lebih dari itu paradigma positif haruslah terinternalisasi dalam bentuk sikap dan tingkah laku pada keseharian. Disinilah pentingnya, agar kita dapat berpikir, bersikap, dan bertingkah laku dengan sudut pandang yang lebih baik. Paradigma positif menjaga api optimisme dalam berpikir dan bertindak menghadapi segala hal; Paradigma positif memandang permasalahan sebagai sebuah tantangan dan bukanlah sebagai hambatan.